SI TUMO
Ia malu dengan namanya itu, Tumo. Teman-temannya sering mengejek. Orang-orang yang baru mendengar, beranggapan itu nama sejenis penyakit, Tumor. Tiap hari si Tumo mengutuk orang yang telah memberinya nama jelek seperti itu. Tapi... Entah siapa orang yang menamainya dulu, semenjak ia ingat, ia sudah dipanggil "Si Tumo anak buangan".
Sekarang usianya sudah 10 tahun, ia sering berteman dengan botol-botol plastik bekas di tempat pembuangan sampah. Kalau karungnya sudah penuh, ia menjual pungutannya itu ke penampung. Lumayan untuk mengganjal perut sampai siang. Untuk sore, lain difikirkan. Bisa makan sekali sehari saja sudah sangat bersyukur. Soal pakaian, Tumo hanya memiliki dua celana kumal dan satu kaos oblong yang sudah bertambalan. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan itu.
Siapa Ayah, siapa Bunda, tak ada yang tahu. Mungkin mereka ditelan bencana Tsunami 10 tahun silam? Atau mereka adalah orang-orang bejat yang tidak menginginkan kehadiran Tumo ditengah hubungan terlarang mereka? Berbagai pertanyaan terlintas dibenak Tumo tentang siapa dirinya.
Saat ini ia tinggal di rumah mak cek Dara. Ia tahu betul mak cek Dara itu bukan ibunya. Lebih-lebih dari bentak-bentakan kasar yang ia terima setiap hari. Tumo jarang di rumah. Ia mulai lelah. Diluar, Tumo mulai mencari jati dirinya diantara keringat dan airmata.
👆
Belajar menulis paragraf pembuka dengan metode "Naratif langsung".
Paragraf pembuka tidak selalu harus dengan nyiur-nyiur pantai atau sang surya dan angin sepoi-sepoi (Deskripsi kondisi latar/tempat) hahaha
Naratif langsung terkesan lebih tegas, to the poin.dan menurut saya... Lebih enak dibaca. :)
#MH
Ia malu dengan namanya itu, Tumo. Teman-temannya sering mengejek. Orang-orang yang baru mendengar, beranggapan itu nama sejenis penyakit, Tumor. Tiap hari si Tumo mengutuk orang yang telah memberinya nama jelek seperti itu. Tapi... Entah siapa orang yang menamainya dulu, semenjak ia ingat, ia sudah dipanggil "Si Tumo anak buangan".
Sekarang usianya sudah 10 tahun, ia sering berteman dengan botol-botol plastik bekas di tempat pembuangan sampah. Kalau karungnya sudah penuh, ia menjual pungutannya itu ke penampung. Lumayan untuk mengganjal perut sampai siang. Untuk sore, lain difikirkan. Bisa makan sekali sehari saja sudah sangat bersyukur. Soal pakaian, Tumo hanya memiliki dua celana kumal dan satu kaos oblong yang sudah bertambalan. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan itu.
Siapa Ayah, siapa Bunda, tak ada yang tahu. Mungkin mereka ditelan bencana Tsunami 10 tahun silam? Atau mereka adalah orang-orang bejat yang tidak menginginkan kehadiran Tumo ditengah hubungan terlarang mereka? Berbagai pertanyaan terlintas dibenak Tumo tentang siapa dirinya.
Saat ini ia tinggal di rumah mak cek Dara. Ia tahu betul mak cek Dara itu bukan ibunya. Lebih-lebih dari bentak-bentakan kasar yang ia terima setiap hari. Tumo jarang di rumah. Ia mulai lelah. Diluar, Tumo mulai mencari jati dirinya diantara keringat dan airmata.
👆
Belajar menulis paragraf pembuka dengan metode "Naratif langsung".
Paragraf pembuka tidak selalu harus dengan nyiur-nyiur pantai atau sang surya dan angin sepoi-sepoi (Deskripsi kondisi latar/tempat) hahaha
Naratif langsung terkesan lebih tegas, to the poin.dan menurut saya... Lebih enak dibaca. :)
#MH
0 Response to "Belajar Menulis Paragraf Pembuka Dengan Metode Naratif Langsung"
Post a Comment