Cerita bersambung
MAHABBAH (scene 1)
Oleh : MH
"Siapa lagi yang kau tunggu?
Bukankah itu jalan buntu?
Lihatlah kemari! Lima tahun berlalu, cinta itu masih tetap saja hangat dalam gerimis ini," jemari Umar terhenti, sebenarnya masih banyak sekali yang ingin ia tuliskan dalam diary kusam yang sudah berusia lima tahun itu. Selembar foto gadis berhijab panjang yang ia potret secara diam-diam ia rasa sudah cukup menceritakan semuanya. Diary berwarna biru tua itu terlihat cukup tebal dengan foto-foto yang hampir setiap hari ia selipkan.
Tuut Tuuut.. Sebuah pesan messenger bertengger di hp Umar, "Ah dia lagi," cetus Umar kesal. Hari ini sudah tiga kali akun bernama Anggun itu mengirimkan pesan. Jangankan dibalas, dibuka pun tidak.
Umar tipe laki-laki yang tidak suka membicarakan hal-hal yang tidak penting. Apalagi dengan orang-orang yang tidak ia kenal sama sekali. Dulu, sempat ia layani Anggun sekedar saja. Ia tertarik dengan postingan-postingan akun tersebut, terlihat pintar dan religius. Saking penasaran, sampai stalking koleksi foto, namun hanya ada beberapa foto pemandangan dan khat Arab. Luar biasa sekali, pikirnya.
Ia mulai jenuh ketika hubungan media sosial mereka merambah ke ranah privasi.
***********
"Sudah berapa kepalamu, Umar?" Pertanyaan itu sontak membuat Umar
Mengernyitkan kening.
"Maksud Abi?"
Tanya Umar heran. Seketika ia duduk di kursi rotan tepat di depan Abinya.
"Umurmu," Jawab Abi Jalal singkat seraya tersenyum kekeh.
"Tuh Ummimu pengen gendong cucu," lanjut Abi jalal dengan nada seperti bergurau. Umar paham, Abinya tidak sedang bercanda. Baru kali ini ia dengar pertanyaan itu dari sang Abi.
Jujur, itu pertanyaan yang berat. Sampai saat ini Umar belum berani mengungkapkan cinta sucinya kepada gadis shalihah yang sudah memenjarakan hatinya selama lima tahun itu. Zahra, gadis yang setiap hari memenuhi lembaran diarynya. Lebih-lebih setelah ia mendengar kabar bahwa Zahra akan dilamar orang.
Ah, punah sudah semua hayalan, seperti tak lagi indah lukisan-lukisan malam tentang pelaminan tempat dua tangan saling menggenggam erat. Ia berharap sekali Zahra menyimpan perasaan yang sama. Ah, sudahlah!
"Umur Abi tak lagi muda, Pesantren akan butuh pengurus yang sudah matang lahir batin," perkataan Abi Jalal membuat lamunan Umar buyar.
"Umar terserah Abi saja, jika menurut Abi Umar sudah siap untuk menikah, siapapun itu Umar terima. Tapi, Bi! Umar punya satu pertanyaan, apa kiranya punca kebahagiaan dalam rumah tangga? "
"Cinta!"
"Cinta karena Allah! Cintai ia karena karena Agamanya."
Lagi-lagi wajah Zahra melintas. Terbayang suatu masa ketika mereka pernah dalam satu majelis membina anak-anak yatim panti asuhan, Umar mencuri-curi pandang melihat senyum tulus Zahra terhadap anak-anak yatim itu. Wajah teduh Zahra bagai rembulan yang menyejukkan hati.
"Abi jauh-jauh hari sudah membicarakan ini dengan Ummi, dan kami sudah punya calon yang kiranya tepat untukmu!" Ungkap Abi Jalal mulai serius.
Bersambung........
MAHABBAH (scene 1)
Oleh : MH
"Siapa lagi yang kau tunggu?
Bukankah itu jalan buntu?
Lihatlah kemari! Lima tahun berlalu, cinta itu masih tetap saja hangat dalam gerimis ini," jemari Umar terhenti, sebenarnya masih banyak sekali yang ingin ia tuliskan dalam diary kusam yang sudah berusia lima tahun itu. Selembar foto gadis berhijab panjang yang ia potret secara diam-diam ia rasa sudah cukup menceritakan semuanya. Diary berwarna biru tua itu terlihat cukup tebal dengan foto-foto yang hampir setiap hari ia selipkan.
Tuut Tuuut.. Sebuah pesan messenger bertengger di hp Umar, "Ah dia lagi," cetus Umar kesal. Hari ini sudah tiga kali akun bernama Anggun itu mengirimkan pesan. Jangankan dibalas, dibuka pun tidak.
Umar tipe laki-laki yang tidak suka membicarakan hal-hal yang tidak penting. Apalagi dengan orang-orang yang tidak ia kenal sama sekali. Dulu, sempat ia layani Anggun sekedar saja. Ia tertarik dengan postingan-postingan akun tersebut, terlihat pintar dan religius. Saking penasaran, sampai stalking koleksi foto, namun hanya ada beberapa foto pemandangan dan khat Arab. Luar biasa sekali, pikirnya.
Ia mulai jenuh ketika hubungan media sosial mereka merambah ke ranah privasi.
***********
"Sudah berapa kepalamu, Umar?" Pertanyaan itu sontak membuat Umar
Mengernyitkan kening.
"Maksud Abi?"
Tanya Umar heran. Seketika ia duduk di kursi rotan tepat di depan Abinya.
"Umurmu," Jawab Abi Jalal singkat seraya tersenyum kekeh.
"Tuh Ummimu pengen gendong cucu," lanjut Abi jalal dengan nada seperti bergurau. Umar paham, Abinya tidak sedang bercanda. Baru kali ini ia dengar pertanyaan itu dari sang Abi.
Jujur, itu pertanyaan yang berat. Sampai saat ini Umar belum berani mengungkapkan cinta sucinya kepada gadis shalihah yang sudah memenjarakan hatinya selama lima tahun itu. Zahra, gadis yang setiap hari memenuhi lembaran diarynya. Lebih-lebih setelah ia mendengar kabar bahwa Zahra akan dilamar orang.
Ah, punah sudah semua hayalan, seperti tak lagi indah lukisan-lukisan malam tentang pelaminan tempat dua tangan saling menggenggam erat. Ia berharap sekali Zahra menyimpan perasaan yang sama. Ah, sudahlah!
"Umur Abi tak lagi muda, Pesantren akan butuh pengurus yang sudah matang lahir batin," perkataan Abi Jalal membuat lamunan Umar buyar.
"Umar terserah Abi saja, jika menurut Abi Umar sudah siap untuk menikah, siapapun itu Umar terima. Tapi, Bi! Umar punya satu pertanyaan, apa kiranya punca kebahagiaan dalam rumah tangga? "
"Cinta!"
"Cinta karena Allah! Cintai ia karena karena Agamanya."
Lagi-lagi wajah Zahra melintas. Terbayang suatu masa ketika mereka pernah dalam satu majelis membina anak-anak yatim panti asuhan, Umar mencuri-curi pandang melihat senyum tulus Zahra terhadap anak-anak yatim itu. Wajah teduh Zahra bagai rembulan yang menyejukkan hati.
"Abi jauh-jauh hari sudah membicarakan ini dengan Ummi, dan kami sudah punya calon yang kiranya tepat untukmu!" Ungkap Abi Jalal mulai serius.
Bersambung........
0 Response to "Cerita Bersambung : MAHABBAH (scene 1) "
Post a Comment